Hukum Berbicara Ketika Berwudhu - Majlis Takon

Hot

Post Top Ad

Selasa, 11 April 2017

Hukum Berbicara Ketika Berwudhu


HUKUM BERBICARA KETIKA BERWUDHU
Oleh: Eko Yulianto
Berbicara ketika wudhu merupakan suatu hal yang terkadang banyak dilakukan oleh sebagian orang. Baik karena keperluan atau pun hanya sebatas percakapan singkat dengan orang lain. Adapun berwudu adalah suatu bentuk ibadah yang dilakukan dengan membasuh anggota bagian tubuh secara khusus berdasarkan ketentuan tertentu. Oleh karenya kita perlu memperhatikan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berwudhu.


Salah satunya yang terkadang dilakukan ketika berwudhu ialah berbicara. Mengenai hal ini beberapa ulama telah menjelaskan hukumnya. Diantaranya Abi Birkat Ahmah bin Muhammad bin Ahmad ad-Dardir; seorang Ulama Malikiyah menjelaskan bahwa berbicara ketika wudhu selain ucapan dzikir kepada Allah, hukumnya adalah makruh. Imam Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berwudhu, beliau berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي , وَوَسِّعْ لِي فِي دَارِي , وَبَارِكْ لِي فِي رِزْقِي , وَقَنِّعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي وَلا تَفْتِنِّي بِمَا زَوَيْت عَنِّي
“Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah bagiku urusan dunia dan akhirat, berkahilah rizkiku, cukupkanlah aku atas apa yang telah Engkau rizkikan kepadaku, dan jangan Engkau jerumuskan aku dari apa-apa yang telah Engkau jauhkan dariku.” (asy-Syarh ash-Shogir ‘Ala Aqrob al-Masalik Ila Madzab Imam Malik, 1/127).
Selain itu, Dr. Wahbah Zuhaili juga menyebutkan bahwa salah satu adab berwudhu ialah tidak berbicara ketika berwudhu kecuali dalam keadaan darurat (mendesak). Karena hal itu akan memalingkan seseorang dari doa-doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. (al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, 1/251).

Adapun menurut ulama empat madzab, Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa disunahkan untuk meninggalkan hal itu, keculai ada kepentingan. Sedangkan menurut Malikiyah dan Hanabilah hukumnya adalah makruh, makruh yang dimaksud oleh Hanabilah hanya sebatas meninggalkan keutamaan, adapun Malikiyah, hukumnya makruh selain dzikir kepda Allah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Quwaitiyah, 43/373).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad